Menuruti Keinginan atau Mencoba Menguatkan Diri?
Tulisan ini merupakan bagian dari 30 Hari Tantangan Ramadhan. Edisi Hari Kedua Puluh Tujuh, 30 Days Ramadhan Challenge Day #27
Menjelang akhir bulan Ramadhan, kadang tantangan mental semakin berat. Yang biasanya mengisi golden time setelah Shubuh dengan melakukan pekerjaan bermanfaat seperti training, menghapal, belajar dan lain-lain, kadang mulai kendor semangatnya. Yang muncul kadang pembenaran, “Ah, sesekali nggak apa-apa, apalagi sudah mendekati akhir bulan Ramadhan…”
Menjelang akhir bulan Ramadhan, saya biasanya mengunjungi orang tua dan keluarga kakak saya, kemudian berkunjung ke rumah guru, terutama guru SD. Karena paginya ada beberapa pekerjaan, saya dan Dear Rey meluncur selepas shalat Dzuhur. Jika menuruti hati, saya lebih senang tiduran di rumah, karena diluar panas sekali.
Jika mengikuti hati, tidak datang ke rumah keluarga atau ke rumah bapak ibu guru mungkin akan dimaklumi. Jika ingin memberikan bingkisan, kirim saja via layanan pesan antar atau melalui transfer.
Namun, soalnya bukan itu. Silaturahmi bukan diukur dengan barang atau uang. Silaturahmi itu soal penghormatan dan rasa terima kasih kita. Meski pertemuannya singkat, namun pertemuan itu bermakna mendalam. Itu sebabnya saya melawan keengganan saya. Saya melawan niatan untuk memilih rebahan saja. Saya tidak harus dan semestinya tidak membiarkan diri saya menuruti setiap keinginan.
Saat pulang ke rumah setelah Isya, kondisi sudah mengantuk. Saya belum menulis blog untuk hari ini, belum shalat wajib maupun shalat sunnah. Juga belum menjalankan beberapa kewajiban harian saya, misalnya belajar bahasa asing. Rasanya saya pingin langsung tidur saja. Namun saya khawatir, jika saya tidur, nanti ada yang terlewat saya kerjakan.
Jadi akhirnya saya memilih mandi lagi agar segar, kemudian segera menjalankan kewajiban utama seperti shalat dan belajar bahasa asing, baru setelah itu beristirahat. Meski terlihat sepele, hal ini sebenarnya menjadi introspeksi pribadi, agar bisa melakukan manajemen waktu secara lebih baik lagi. Jangan sampai semua pekerjaan menumpuk dimalam hari.
Catatan : Sayangnya tidak berfoto bersama dengan seluruh bapak/ibu guru yang dikunjungi, karena lupa
. Baru ingat setelah berkunjung ke pak guru Madi, yang mengajar saya saat kelas 6 SD.
Originally published at https://www.vavai.com on April 9, 2024.